Kamis, 21 Juli 2016

LINGKUNGSN HIDUP MENANGIS



“LINGKUNGAN HIDUP MENANGIS”
Khalil Gibran Menulis:
Ketika aku duduk merenung dalam-dalam, angin sepoi membelai dedahanan, dan terdengar pula desah bagaikan kesah anak yatim yang tersesat. “Mengapa engkau mengeluh angin sepoi?” tanyaku. Angin sepoi menjawab, “karena aku datang dari negeri yang berkilat-kilat dengan sinar matahari dan benih-benih penyakit serta limbah mencemari pakaianku yang suci. Dapatkah engkau menyalahkan aku yang sedih ini?” 

Kemudian aku melihat kerak air mata pada wajah-wajah bunga dan terdengar rintihnya yang lirih. Aku bertanya, “Mengapa engkau menangis bunga-bunga yang manis?”

Sebuah kembang menengadahkan kepalanya yang lembut sambil berbisik, “kami menangis karena manusia akan datang kemari dan memotong kami, lalu menjual kami ke pasar kota”.

Kembang lain menambahkan, “ Malam hari bila kami melayu, ia akan melemparkan kami pada tumpukan sampah. Kami menangis karena tangan kejam manusia merenggut kami dari masyarakat kerabat kami”.

Kudengar anak sungai merintih seperti janda yang meratapi kematian anaknya. Aku bertanya, “Mengapa engkau menangis sungaiku yang jernih?” jawab sungtai itu, “karena aku dipkasa menuju ke negeri tempat manusia memandang rendah diriku, dan tak mau meminumku, membuatku sebagai pembersih sampah, mencemari kemurnianku dan mengubah kejernianku menjadi kotor”. 

Kudengar burung-burung berduka, lalu kutanya, “Mengapa engkau menangis burungku yang cantik?” Seekor di antaranyqa terbang mendekat, hinggap pada ujung dahan. Katanya, “Anak-anak Adam akan segera datang ke padang ini dengan senjata yang mengerikan, hendak menyatakan perang, seakan-akan kami ini musuhnya yang harus dibunuh. Kami sekarang akan saling berpisah, karena kami tahu tak satupun di antara kami yang dapat menghindari murka manusia. Ajal memburu terus kemana pu kami pergi”. 

Matahari, terbit dari puncak gunung dan menyepuh puncak-puncak pohon dengan rona mahkota. Aku memandang keindahan itu dan bertanya dalam hati, “Mengapa manusia harus merusak karya alam?”

Adalah Khlil Gibran sang penyair Libanon ini menggugah nurani manusia zaman ini, untuk mendenmgarkan tangisan dan jeritan ala mini. Kita bisa menyaksikan sendiri hutan-hutan perawan yang begitu angker dan tak pernah dimasuki manusia kini habis dibabat. Bukit-bukit dan gunung-gunung botak digundul.
Dicatat Ulang oleh Remy Elu.
SMA Seminari St.Rafael Oepoi-Kupang 2002/2006.

KELUARGA ADALAH SEMINARI PERTAMA



KELUARGA ADALAH SEMINARI PERTAMA
Remy Elu
Sebuah pepatah tuah yang sangat familiar yaitu “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.” Pepatah tersebut selalu dihubungkan dengan sifat dan karakter anatara orangtua dan anak-anak. Semua sifat dan karakter pada seorang anak sampai dia beranjak ke masa dewasa sebelumnya sudah terbentuk dalam lingkungan keluarga. Pendidikan anak dalam dan dari keluarga (ayah dan ibu) sangat menentukkan sifat dan karakter anak dalam kehidupan sosial masyarakat. Keluarga adalah tempat pertama dan utama seorang anak bertumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, keluarga selalu dikatakan sebagai “Seminari pertama.” Dikatakan sebagai seminari pertama karena keluarga merupakan tempat pertama dan utama menanamkan nilai-nilai kehidupan. Ayah dan ibu adalah pendidik pertama sebelum anak-anak beranjak ke jenjang pendidikan formal lainnya. 

Setiap orang yang terpanggil menjadi orangtua merupakan rahmat yang dianugerahkan oleh Allah. Dasar panggilan Allah itu harus dinyatakan oleh orangtua dalam mempertanggungjawabkan kepercayaan dari Allah itu. Orangtua adalah perpanjangan Allah tidak hanya sebatas melnjutkan karya penciptaan dalam melahirkan anak-anak tetapi lebih daripada itu harus berusaha untuk membesarkan, memelihara, dan mendidik anak-anak secara manusiawi. Kehadiran anak-anak dalam keluarga merupakan titipan dari Allah. Oleh karena itu, menjadi perpanjangan tangan Allah, orangtua harus menjalankan kepercayaan itu dan mempertanggugjawabkannya di dalam hidup keluarga, masyarakat, Gereja dan bangsa. 

Sebagai perpanjangan tangan dari Allah, maka tugas dan panggilan orangtua adalah pertama, memenuhi kebutuhan jasmani anak-anak. Mengurus dan memperhatikan kepbutuhan anak-anak merupakan tuntutan kasih dari seorang anak terhadap orangtuanya. Orantua harus menyadari tanggung jawabnya sebagai pendidik pertama dalam keluarga. Kecukupan kebutuhan jasmani anak-anak mencerminkan kasih dan cinta akan anak-anaknya. Kecukupan jasmani misalnya memberi makan, memperhatikan kebersihan dan kesehatatan anak-anak, dan mampu meyekolahkan anak-anak hingga mencapai cita-citanya. 

Kedua, orangtua menciptakan suasana “at home” dalam keluarga. Dalam kehidupan keluarga orangtua hendaknya menciptakan suasana yang membuat anak-anak merasa betah, merasa aman, dan kerasan. Anak-anak dalam pertumbuhan dan perkembangannya membutuhkan suatu tempat perlindungan di mana mereka hidup aman, aman dan sejahtera. Sebagai anak yang sedang dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan selalu membtuthkan kasih dan kemesrahan dari orangtua. Tanpa adanya suasana yang aman, tentunnya anak-anak akan menjadi kesepaian bahkan akan mengalami krisis kasih sayang. Untuk menghindari hal itu, orangtua perlu menciptakan situasi yang at home bagi anak-anak. 

            Ketiga, keluarga sebagai “Gereja mini”. Dalam keluarga, orangtua hendaknya menjadikan rumah tangga menjadi gereja mini. Penulis menggunakan term “gereja mini” dalam pengertian bahwa dalam keluarga, orangtua melatih dan memberi teladan kepada anak-anak untuk berdoa dan mendengarkan firman Tuhan serta mengikuti perayaan Ekaristi dan hari-hari pesta iman lainnya. Iman seorang risten itu terbentuk sejak dini yakni dari dalam keluarga. Orangtua menjadi teladan danpanutan iman anak-anak. 

            Keempat, Keluarga sebagai tempat menanamkan nilai-nilai etika dan moral. Pendidikan anak dalam keluarga dapat menentukkan sikap sopan santun, menentukkan sikap dan sifat yang baik dan buruk dari anak-anak di mana ia bertumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, sifat dan sikap yang ditunjukkan oleh orangtua terhadap anak-anak anak-anak dapat mempengaruhi watak dan karakter anak dalam kehidupan keluarga, masyarakat, Gereja dan negara. 

Kelima, keluarga sebagai tempat mengajarkan nilai-nilai kebudayaan. Orangtua harus mampu mengajarkan dan mempertimbangkan nilai-nilai kebudayaan kepada anak-anak. Dengan mengajarkan dan mempertimbangkan nilai-nilai kebudayaan sejak dini akan membuat anak-anak untuk mampu membedakan nilai-nilai kebudayaan yang perlu ditiru dan diterapkan oleh anak-anak dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Selain itu pula anak-anak diajarkan utuk mencintai keudayaan sendiri. 

Hal-hal yang perlu dihindari dalam pendidikan anak-anak sejak usia dini.
Pertama, orangtua dalam keluarga seringkali menyerahkan tugas pendidikan anak-anak kepada pihak yang lain. Misalya kepada lembaga-lembaga pendidikan formal (Sekolah Dasar, Sekolah Tingkat Pertama, Sekolah Menengah Atas), dan juga kepada pembantu atau pengasuh anak. Seakan-seakan tugas itu hanya terbatas pada melahirkan anak. Orangtua hendaknya selalu menyadari tugas dan tanggungjawabnya sebagai yang berniat dan berencana melahirkan sekaligus mendidik anak-anak menjadi pribadi yang manusiawi.

Kedua, kerapkali orangtua memanjakan anak-anak. Orangtua tunduk pada keinginan dan kemauan anak-anak. Memanjakan anak kerapkali dilihat oleh sebagian orangtua sebagai ungkapan cinta dan kasih mesrah pada anak. Namun pendidikan demikian tanpa disadari dapat menjadikan anak-anak bermental instan atau bermental easygoing. Cara memanjakan anak-anak sejak usia dini akan menciptakan pribadi yang malas berusaha dan malas berjuang.

Ketiga, mendidik anak-anak dengan kekerasan. Kunci keberhasilan pendidik anak-anak dalam keluarga terletak dalam tangan orangtua. Pendidikan dengan cara kekerasan menghadirkan tekanan psikologis yang berkepanjangan dalam hidup anak-anak yang sementara dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan. Oleh karena itu, mendidik anak-anak dengan dengan cara kekerasan atau dirotani perlu dihindari. 

Keempat, jangan pernah melarang anak dengan cara dosa (cara yang salah). Orangtua menjadi tokoh utama dan pribadi yang patut diteladani oleh anak-anak dalam keluarga. Contoh konkritnya adalah, orangtua melarang anak-anak untuk tidak boleh merokok, tidak boleh minum alkohol, tidak boleh berkelahi, sementara orangtua sendiri adalah seorang perokok, peminum dan selalu bertengkar dalam keluarga dan tetangga. Setiap sifat dan sikap orangtua akan mempengaruhi watak dan karakter anak dalam seluruh hidupnya. Oleh karena itu, orangtua harus menunjukkan sikap dan teladan yang baik terhadap anak-anak. 

Keluarga adalah fondasi pertama sebelum seorang pribadi manusia mengenal dunia luar. Pertama-tama ia dlahirkan dan dibesarkan oleh orangtua dalam keluarga. Seorang pertama-tama ia belajar tentang hal-hal yang baik dan yang tidak baik dalam keluarga. Oleh karena itu, keluarga adalah seminari pertama; tempat pertama menanamkan nilai-nilai kehidupan dari orangtua kepada anak-anak. Dengan demikian, orangtua dalam kehidupan berkeluarga perlu menyadari tugas dan tanggungjawabnya sebagai pendidik dan Pembina utama dan pertama terhadap anak-anak.

FOTO-FOTO KEGIATAN MASA ORIENTASI SISWA BARU