KELUARGA ADALAH SEMINARI PERTAMA
Remy Elu
Sebuah pepatah tuah
yang sangat familiar yaitu “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.” Pepatah
tersebut selalu dihubungkan dengan sifat dan karakter anatara orangtua dan
anak-anak. Semua sifat dan karakter pada seorang anak sampai dia beranjak ke
masa dewasa sebelumnya sudah terbentuk dalam lingkungan keluarga. Pendidikan anak
dalam dan dari keluarga (ayah dan ibu) sangat menentukkan sifat dan karakter
anak dalam kehidupan sosial masyarakat. Keluarga adalah tempat pertama dan
utama seorang anak bertumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, keluarga selalu
dikatakan sebagai “Seminari pertama.” Dikatakan sebagai seminari pertama karena
keluarga merupakan tempat pertama dan utama menanamkan nilai-nilai kehidupan.
Ayah dan ibu adalah pendidik pertama sebelum anak-anak beranjak ke jenjang
pendidikan formal lainnya.
Setiap orang yang
terpanggil menjadi orangtua merupakan rahmat yang dianugerahkan oleh Allah.
Dasar panggilan Allah itu harus dinyatakan oleh orangtua dalam
mempertanggungjawabkan kepercayaan dari Allah itu. Orangtua adalah perpanjangan
Allah tidak hanya sebatas melnjutkan karya penciptaan dalam melahirkan
anak-anak tetapi lebih daripada itu harus berusaha untuk membesarkan,
memelihara, dan mendidik anak-anak secara manusiawi. Kehadiran anak-anak dalam
keluarga merupakan titipan dari Allah. Oleh karena itu, menjadi perpanjangan
tangan Allah, orangtua harus menjalankan kepercayaan itu dan
mempertanggugjawabkannya di dalam hidup keluarga, masyarakat, Gereja dan
bangsa.
Sebagai perpanjangan
tangan dari Allah, maka tugas dan panggilan orangtua adalah pertama, memenuhi
kebutuhan jasmani anak-anak. Mengurus dan memperhatikan kepbutuhan anak-anak
merupakan tuntutan kasih dari seorang anak terhadap orangtuanya. Orantua harus
menyadari tanggung jawabnya sebagai pendidik pertama dalam keluarga. Kecukupan
kebutuhan jasmani anak-anak mencerminkan kasih dan cinta akan anak-anaknya.
Kecukupan jasmani misalnya memberi makan, memperhatikan kebersihan dan
kesehatatan anak-anak, dan mampu meyekolahkan anak-anak hingga mencapai
cita-citanya.
Kedua, orangtua
menciptakan suasana “at home” dalam
keluarga. Dalam kehidupan keluarga orangtua hendaknya menciptakan suasana yang
membuat anak-anak merasa betah, merasa aman, dan kerasan. Anak-anak dalam
pertumbuhan dan perkembangannya membutuhkan suatu tempat perlindungan di mana
mereka hidup aman, aman dan sejahtera. Sebagai anak yang sedang dalam taraf
pertumbuhan dan perkembangan selalu membtuthkan kasih dan kemesrahan dari orangtua.
Tanpa adanya suasana yang aman, tentunnya anak-anak akan menjadi kesepaian
bahkan akan mengalami krisis kasih sayang. Untuk menghindari hal itu, orangtua
perlu menciptakan situasi yang at home
bagi anak-anak.
Ketiga,
keluarga sebagai “Gereja mini”. Dalam keluarga, orangtua hendaknya menjadikan
rumah tangga menjadi gereja mini. Penulis menggunakan term “gereja mini” dalam
pengertian bahwa dalam keluarga, orangtua melatih dan memberi teladan kepada
anak-anak untuk berdoa dan mendengarkan firman Tuhan serta mengikuti perayaan
Ekaristi dan hari-hari pesta iman lainnya. Iman seorang risten itu terbentuk
sejak dini yakni dari dalam keluarga. Orangtua menjadi teladan danpanutan iman
anak-anak.
Keempat,
Keluarga sebagai tempat menanamkan nilai-nilai etika dan moral. Pendidikan anak
dalam keluarga dapat menentukkan sikap sopan santun, menentukkan sikap dan
sifat yang baik dan buruk dari anak-anak di mana ia bertumbuh dan berkembang.
Oleh karena itu, sifat dan sikap yang ditunjukkan oleh orangtua terhadap anak-anak
anak-anak dapat mempengaruhi watak dan karakter anak dalam kehidupan keluarga,
masyarakat, Gereja dan negara.
Kelima, keluarga
sebagai tempat mengajarkan nilai-nilai kebudayaan. Orangtua harus mampu
mengajarkan dan mempertimbangkan nilai-nilai kebudayaan kepada anak-anak.
Dengan mengajarkan dan mempertimbangkan nilai-nilai kebudayaan sejak dini akan
membuat anak-anak untuk mampu membedakan nilai-nilai kebudayaan yang perlu
ditiru dan diterapkan oleh anak-anak dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Selain
itu pula anak-anak diajarkan utuk mencintai keudayaan sendiri.
Hal-hal yang perlu
dihindari dalam pendidikan anak-anak sejak usia dini.
Pertama, orangtua dalam
keluarga seringkali menyerahkan tugas pendidikan anak-anak kepada pihak yang
lain. Misalya kepada lembaga-lembaga pendidikan formal (Sekolah Dasar, Sekolah
Tingkat Pertama, Sekolah Menengah Atas), dan juga kepada pembantu atau pengasuh
anak. Seakan-seakan tugas itu hanya terbatas pada melahirkan anak. Orangtua
hendaknya selalu menyadari tugas dan tanggungjawabnya sebagai yang berniat dan
berencana melahirkan sekaligus mendidik anak-anak menjadi pribadi yang
manusiawi.
Kedua, kerapkali
orangtua memanjakan anak-anak. Orangtua tunduk pada keinginan dan kemauan
anak-anak. Memanjakan anak kerapkali dilihat oleh sebagian orangtua sebagai
ungkapan cinta dan kasih mesrah pada anak. Namun pendidikan demikian tanpa
disadari dapat menjadikan anak-anak bermental instan atau bermental easygoing. Cara memanjakan anak-anak
sejak usia dini akan menciptakan pribadi yang malas berusaha dan malas
berjuang.
Ketiga, mendidik
anak-anak dengan kekerasan. Kunci keberhasilan pendidik anak-anak dalam
keluarga terletak dalam tangan orangtua. Pendidikan dengan cara kekerasan
menghadirkan tekanan psikologis yang berkepanjangan dalam hidup anak-anak yang
sementara dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan. Oleh karena itu, mendidik
anak-anak dengan dengan cara kekerasan atau dirotani perlu dihindari.
Keempat, jangan pernah
melarang anak dengan cara dosa (cara yang salah). Orangtua menjadi tokoh utama
dan pribadi yang patut diteladani oleh anak-anak dalam keluarga. Contoh
konkritnya adalah, orangtua melarang anak-anak untuk tidak boleh merokok, tidak
boleh minum alkohol, tidak boleh berkelahi, sementara orangtua sendiri adalah seorang
perokok, peminum dan selalu bertengkar dalam keluarga dan tetangga. Setiap
sifat dan sikap orangtua akan mempengaruhi watak dan karakter anak dalam
seluruh hidupnya. Oleh karena itu, orangtua harus menunjukkan sikap dan teladan
yang baik terhadap anak-anak.
Keluarga adalah fondasi
pertama sebelum seorang pribadi manusia mengenal dunia luar. Pertama-tama ia
dlahirkan dan dibesarkan oleh orangtua dalam keluarga. Seorang pertama-tama ia
belajar tentang hal-hal yang baik dan yang tidak baik dalam keluarga. Oleh
karena itu, keluarga adalah seminari pertama; tempat pertama menanamkan
nilai-nilai kehidupan dari orangtua kepada anak-anak. Dengan demikian, orangtua
dalam kehidupan berkeluarga perlu menyadari tugas dan tanggungjawabnya sebagai
pendidik dan Pembina utama dan pertama terhadap anak-anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar